Aplikasi Pakisa: Belajar Padanan, Utamakan Bahasa Indonesia
Enggal Ganusa Satrio Piningit dan Septaviona
Duta Bahasa Kepulauan Bangka Belitung
“Kami, putra-putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia”
Pernahkah kamu mendengar istilah laundry, online, offline, upload, download, dan sebagainya dalam percakapan sehari-hari? Fenomena ini adalah salah satu tantangan bahasa Indonesia pada era globalisasi. Pengutamaan bahasa Indonesia di dalam negeri masih terus harus diupayakan. Fenomena penggunaan beberapa istilah asing yang disematkan dalam kalimat bahasa Indonesia (campur kode) menjadi tantangan yang kian hari kian menjamur. Alih-alih digunakan dengan benar, padanan istilah bahasa Indonesia dari bahasa asing tersebut justru belum banyak diketahui orang. Tantangan ini berkembang menjadi masalah dengan adanya pemakluman terhadap cara berbahasa seperti itu melalui anggapan bahwa tiap penutur saling memahami dan mengerti maknanya. Kemudian, fenomena tersebut menjadi potensi bagi bahasa asing untuk hadir di setiap sudut kehidupan bermasyarakat. Bahasa Indonesia lalu menjadi terlihat lebih kaku melalui perkembangan bahasa yang telah mengalami campur kode. Ivan Lanin dalam bukunya berjudul Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris? menyebutkan keseluruhan realitas bahasa Indonesia ini disebut sebagai Xenoglosofilia, yaitu sebuah bentuk kecintaan yang berlebihan terhadap bahasa asing. Xenoglosofilia bahkan menjadi tren pembuatan konten media sosial dan ide untuk membentuk istilah menarik di promosi produk dan periklanan.
Berkaitan dengan bunyi terakhir Sumpah Pemuda, kita dapat memahami bahwa seruan dan perayaan Sumpah Pemuda menjadi momentum bagi kita merefleksikan diri dalam memperkuat keyakinan dan kecintaan terhadap bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara. Melalui Sumpah Pemuda, para pemuda dari pelbagai daerah telah sepakat untuk bersatu dalam satu bahasa persatuan yang sama, yaitu bahasa Indonesia. Fenomena ini menggambarkan semangat juang para pemuda dahulu yang harus kita wariskan bahwa bahasa Indonesia tidak hanya sebagai alat komunikasi semata, tetapi juga menjadi salah satu aspek penting dalam kesatuan bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara telah diatur secara baik dan sistemik di dalam regulasi hukum maupun kaidah teknis yang menjadi pedoman pengunaan. Hal tersebut untuk mengatur dan menjaga marwah bahasa Indonesia dari aspek hukum. Sebagai penutur bahasa Indonesia, kita sudah seharusnya mengimplementasikan aturan-aturan tersebut agar dapat memajakan bahasa Indonesia di kancah internasional. Terlebih, salah satu tujuan Badan Bahasa ialah internasionalisasi bahasa Indonesia. Oleh karena itu, penutur asli bahasa Indonesia harus terlebih dahulu menguasai bahasa Indonesia. Salah satu bentuk penguasaan terhadap bahasa Indonesia ialah dengan mengetahui, memahami, dan mengimplementasikan padanan bahasa Indonesia. Penggunaan kosakata bahasa Indonesia seperti dobi, unduh, unggah, dsb. menunjukkan kecintaan dan kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia serta menunjukkan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa yang gagah dan adaptif terhadap perkembangan zaman, termasuk aspek teknologi dan informasi.
Kemdikbudristek melalui Badan Bahasa telah meluncurkan pelbagai produk sebagai upaya semangat pengutamaan bahasa Indonesia dan internasionalisasi bahasa Indonesia. Produk-produk tersebut diluncurkan dengan berbagai bentuk, mulai dari aplikasi, laman, buku cetak, maupun buku digital. Salah satu aplikasi yang berkaitan erat dengan padanan ialah Senarai Padanan Asing Indonesia (SPAI). Berkaitan dengan hal tersebut, Duta Bahasa Kepulauan Bangka Belitung melihat peluang dalam pengembangan aplikasi untuk mengatasi fenomena penggunaan istilah asing. Salah satu dasar pengembangan aplikasi ini ialah inovasi dalam pengutamaan bahasa Indonesia serta semangat internasionalisasi bahasa Indonesia. Aplikasi Pakisa dapat menjadi aplikasi pendamping dan pelengkap dari produk kebahasaan yang sudah ada, terlebih yang diluncurkan oleh Badan Bahasa.
Proses pengembangan aplikasi yang dilakukan oleh Duta Bahasa Kepulauan Bangka Belitung dimulai melalui analisis kebutuhan serta masalah yang ada di lapangan. Dengan memanfaatkan fitur di Instagram, Duta Bahasa Kepulauan Bangka Belitung membagikan pertanyaan terkait penggunaan padanan istilah asing kepada para pengguna Instagram. Terdapat 66 akun yang menjawab pertanyaan. Hasil survei menunjukkan bahwa (1) sebanyak 70% pengguna sepakat bahwa penamaan beberapa jenis makanan dan minuman menggunakan istilah asing dapat memikat konsumen daripada yang menggunakan bahasa Indonesia; (2) sebanyak 57% sepakat bahwa istilah asing yang biasa terdengar dalam percakapan sehari-hari lebih keren daripada yang berbahasa Indonesia saja; dan (3) sebanyak 80% sepakat belum adanya media belajar yang seru dan mengasyikkan untuk mengetahui padanan istilah asing. Berdasarkan hasil analisis, dapat dipahami bahwa istilah asing sudah menjadi bagian dari perilaku berbahasa dan diperlukan media belajar asyik untuk mempelajari padanan istilah asing. Oleh karena itu, Duta Bahasa Kepulauan Bangka Belitung menginisiasi krida kebahasaan berupa aplikasi bermain, yaitu Pakisa (Padanan Kata Istilah Asing).
Aplikasi Pakisa merupakan aplikasi permainan yang memuat konten kebahasaan berupa padanan istilah. Johan Huzinga dalam buku “Homo Ludens” mengungkapkan bahwa manusia merupakan seorang pemain yang memainkan permainan. Dalam konteks fenomena kebudayaan, homo ludens dapat dipahami sebagai konsep bahwa manusia memiliki karakter yang senang bermain karena pada dasarnya manusia merupakan pemain. Oleh karena itu, Duta Bahasa mengembangkan aplikasi permainan Pakisa yang sejalan dengan hasil survei terkait media belajar padanan yang asyik dan mengacu pada konsep bahwa manusia merupakan homo ludens.
Krida aplikasi berbasis gim ini menyajikan cara belajar yang mudah dan menarik dengan tetap mengutamakan bahasa Indonesia.Aplikasi Pakisa dapat menjadi sarana belajar sekaligus bermain di mana pun, kapan pun, dan oleh siapa pun. Keunggulan lain dari Pakisa, yaitu tetap dapat diakses meski tanpa jaringan internet.
Proses pengembangan aplikasi ini memperhatikan aspek dan masukan dari berbagai pihak, seperti ahli bahasa, ahli media, dan ahli materi. Oleh karena itu, Duta Bahasa telah melalui uji produk kepada ahli dan melakukan revisi sebelum pada akhirnya aplikasi ini diluncurkan melalui Play Store dan diujicobakan kepada masyarakat umum. Hasil dari uji produk kepada siswa-siswi SMAN 1 Puding Besar dan SMAN 2 Pangkalpinang menunjukkan bahwa aplikasi Pakisa mudah dipahami dan dapat menambah wawasan kebahasaan khususnya generasi muda. Selain itu, aplikasi Pakisa juga diujicobakan kepada beberapa mahasiswa di Inggris sebagai upaya pengenalan istilah bahasa Indonesia di negara lain.
Pakisa menjadi aplikasi yang menjembatani antara padanan bahasa Indonesia dengan istilah bahasa asing. Kata asing yang disajikan dalam permainan ini adalah kata yang sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti master of ceremony, hashtag, scroll, online, offline, doorprize, dan lainnya. Hal tersebut diharapkan dapat membantu pengguna aplikasi Pakisa untuk mengenal, menghafal, dan menerapkan padanan bahasa asing dalam lisan dan tulisan. Contoh penerapan aplikasi Pakisa, yaitu apabila pelayanan pesan makanan dan minuman langsung dari kendaraan biasa dikenal dengan istilah drive thru, pemain harus mengetik ‘lantatur’ pada kolom isian. Kata ‘lantatur’ ini kemudian dituliskan dalam buku catatan pemain sebagai kosakata yang suatu saat bisa ia pakai saat membuat tulisan dan bertindak tutur.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi fenomena ini tidak lantas membuat generasi muda tidak boleh berbahasa asing, tetapi untuk menerapkan sesuatu sesuai dengan konteksnya. Sejatinya bahasa harus senantiasa digunakan secara baik dan benar. Memang tidaklah mudah mengubah tatanan bahasa yang berkembang di masyarakat. Akan tetapi, apabila hal tersebut tidak kita tanggulangi sedini mungkin, tidak heran bila pamor bahasa Indonesia kalah dengan bahasa asing. Melalui Krida Kebahasaan ini Duta Bahasa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berharap dan mengajak generasi muda untuk mulai membiasakan penggunaan bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia adaptif dan sudah mampu mengakomodasi istilah-istilah asing. Generasi Muda memang tidak berkuasa dalam pembuatan kebijakan, tetapi dari generasi muda,bisa tercipta inovasi untuk memartabatkan bahasa Indonesia. Harapannya, Pakisa mampu menjadi solusi dalam pengutamaan bahasa Indonesia yang lebih inovatif.