SEBERAPA CANGGIH BAHASA INDONESIA KITA?

Salah seorang pesuluh pernah bertanya ke saya dalam sebuah acara penyegaran kemampuan berbahasa. Mengapa bahasa Indonesia selalu berupaya mencari padanan kata-kata yang terdengar aneh di telinga semisal gawai (gadget), diska lepas (flashdisk), peretas (hacker), penggerak cakram keras (hard disk drive), atau calir raga (body lotion). Saya menganggukkan kepala mengaminkan pertanyaan tersebut sembari balik bertanya. Apakah kata-kata tersebut memang terdengar aneh atau karena kita saja yang kurang sering atau sama sekali tidak pernah mendengar kosakata tersebut dalam keseharian?

Pertanyaan saya tersebut kemudian dijawab dengan sebuah pernyataan, tentu saja karena kami tidak pernah mendengar padanan kata itu sebelumnya. Jadi semuanya akan terdengar aneh. Dalam beberapa kasus, padanan bahasa Indonesia untuk istilah asing memang agak jarang dipakai. Masyarakat lebih paham dengan kata flashdisk ketimbang ‘diska lepas’ atau body lotion ketimbang

‘calir raga’. Masyarakat luas pun lebih memilih untuk tetap menggunakan bahasa asing daripada bersusah-susah menggantinya dengan padanan istilah yang sudah ada. Dalam hal ini, Badan Bahasa (saat ini berganti nama menjadi Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan) sebenarnya telah membuat semacam panduan dalam upaya pembentukan atau penciptaan istilah dengan menerbitkan buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Selain itu beberapa bahan rujukan lain juga dapat jadi pelengkap seperti (1) Pedoman Umum Ejaan Bahasaan Indonesia, (2) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (3) Glosarium, dan (4) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Namun tetap saja permasalahan mengenai padanan bahasa Indonesia atas bahasa asing ini masih jadi persoalan pelik.

Untuk dapat dikatakan sejajar dengan bahasa-bahasa modern lainnya, bahasa Indonesia harus memiliki kosakata yang memadai untuk memenuhi daya ungkap di segala bidang ilmu. Segala bidang ilmu berarti kosakata bahasa Indonesia harus menjangkau tidak hanya yang berkaitan dengan ilmu kebahasaan saja. Seperti yang kita tahu, sebagian besar konsep ilmu pengetahuan modern yang dipelajari, digunakan, dan terus dikembangkan oleh para ilmuwan

banyak dilambangkan dengan istilah asing yang belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Selama ilmu pengetahuan masih terus berkembang, selama itu pula bahasa Indonesia akan makin kaya dengan tambahan kosakata yang terus-menerus mengalir.

DARI MANA KOSAKATA BAHASA INDONESIA BERASAL?

Perkembangan  kosakata  dapat  terjadi  karena adanya penambahan,  pengurangan,  atau perubahan bentuk dan makna kosakata dalam satu bahasa. Rilis terakhir yang disampaikan di media online (daring/dalam jaringan) Republika pada 31 Agustus 2018 menyebutkan bahwa jumlah kosakata bahasa Indonesia dalam KBBI pada 2008 tercatat sebanyak 90 ribu kosakata, kemudian dalam KBBI Edisi V yang diluncurkan pada 2016 berkembang menjadi 108 ribu kosakata dan pada Agustus 2018 telah bertambah menjadi 109 ribu kosakata. Dibandingkan dengan jumlah kosakata dalam bahasa Inggris, tentu saja jumlah kosakata bahasa Indonesia masih kalah jauh. Peneliti dari Universitas Harvard yang bekerja sama dengan Google pada 2010 mengestimasikan total jumlah kata dalam bahasa Inggris berjumlah 1.022.000 kata dan terus bertambah setiap tahunnya. Jumlah itu sudah termasuk kata-kata arkais yang kini tidak digunakan lagi dalam percakapan bahasa Inggris modern.

Menyitir pendapat salah satu tokoh nasional Indonesia yang pernah menjabat ketua Panitia Kerja Bahasa Indonesia (dibentuk 1947) yakni Sutan Takdir Alisyahbana, ia menyatakan bahwa “Kebudayaan Indonesia modern mesti lebih dekat dengan kebudayaan modern seluruh dunia, yang dikuasai oleh nilai-nilai ilmu dan ekonomi yang bersama-sama melahirkan teknologi yang tidak dapat disumbangkan oleh bahasa daerah. Oleh sebab itu, untuk pengertian modern yang tidak ada dalam bahasa Indonesia, lebih baik mengambil kata modern yang internasional, yang berpokok pada bahasa Yunani, karena bahasa Inggris adalah bahasa yang paling bersifat internasional, tentulah bahasa itu yang menjadi sumber perkembangan bahasa Indonesia yang baik.”

Barangkali dari ujaran Sutan Takdir Alisyahbana ini kita paham mengapa masyarakat kita pun lebih memilih untuk tetap menggunakan bahasa asing (utamanya Inggris) ketimbang mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. Bahasa asing terutama Inggris masih merupakan bahasa penting dalam dunia teknologi dan juga pergaulan internasional. Oleh sebab itu, bahasa Inggris dianggap dapat menjadi sumber perkembangan bahasa Indonesia yang baik.

Hal tersebut mungkin akan mendapat tentangan cukup banyak dari berbagai pihak saat ini, apalagi jika merunut pada sejarah panjang bahasa Indonesia yang bercikal bakal dari bahasa Melayu. William Marsden dalam bukunya A Grammar of the Malayan Language menjelaskan secara rinci bahwa bahasa yang berkembang di semenanjung Melayu, mulai dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Kepulauan Timor, hingga ke Filipina dinamakan sebagai bahasa Melayu. Bahasa ini pun kemudian menjadi lingua franca. Dalam kedudukannya pula, bahasa Melayu tidak menjadi bahasa kreole. Yang dimaksud dengan bahasa kreole adalah bahasa yang berkembang ketika orang-orang dari latar belakang bahasa yang berbeda punya keinginan untuk saling berkomunikasi, jadi mereka akan mulai menggunakan kata-kata dari bahasa ketiga dengan menggunakan pelafalan dan set tata bahasa yang berbeda. Bahasa Melayu adalah bagian dari keluarga bahasa-bahasa Austronesia dan tidak terbentuk dari percampuran bahasa-bahasa yang berbeda-beda.

Pertanyaannya sekarang, dari mana kata-kata dalam bahasa Indonesia berasal? Tentu saja kita akan menyinggung mengenai kontak bahasa yang dilakukan oleh orang-orang Melayu terdahulu dengan kelompok masyarakat pengguna bahasa, misalnya Arab, Persia, Belanda, Hindi, atau Sanskerta. Kata-kata pada awalnya dipinjam dari pengguna satu bahasa dari bahasa lainnya yang digunakan secara rutin dalam percakapan keseharian. Bahasa Melayu yang kemudian berkembang dan kita kenal sebagai bahasa Indonesia saat ini meminjam juga menyerap banyak sekali kosakata dari bahasa lain seperti Sanskerta, Arab dan Persia, Hindi, Tamil, Mandarin, Eropa, juga Jepang.

PENYERAPAN DAN PEMADANAN BAHASA

Perkembangan ilmu pengetahuan membawa cakrawala baru dalam format kosakata yang dimiliki bahasa Indonesia. Satu bidang ilmu pengetahuan tertentu dengan sendirinya mempunyai konsep ilmiah sendiri yang dikembangkan oleh pelaku teknologi (biasanya datang dari luar negeri) yang kemudian membawa istilah asing tersebut masuk ke bahasa Indonesia. Dalam proses penyerapan kata-kata atau istilah ke dalam bahasa Indonesia, terdapat tiga sumber golongan bahasa yang penting, yakni 1) bahasa Indonesia termasuk unsur serapannya dan bahasa Melayu, 2) bahasa Nusantara yang serumpun, termasuk bahasa Jawa kuno, dan 3) bahasa asing, seperti Inggris, Arab, Mandarin, Belanda, dan Hindi.

Terdapat empat cara dalam melakukan penyerapan dan pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia, yakni 1) mengadopsi, yakni mengambil bentuk dan makna kata secara menyeluruh (misalnya kata merger dan laptop), 2) mengadaptasi, yakni hanya mengambil makna kata asing sedangkan ejaan dan penulisannya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia, 3) menerjemah, yakni mengambil konsep yang terkandung dalam bahasa asing untuk dicari padanannya dalam bahasa Indonesia (misalnya gadget menjadi ‘gawai’), dan 4) mengkreasi, yakni mengambil konsep yang sama tetapi tidak harus dalam bentuk fisik kata yang juga sama (misalnya spare parts menjadi ‘suku cadang’).

Kosakata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memang masih terbilang sedikit, tetapi jumlah pasti kosakata yang hidup di masyarakat diyakini lebih dari jumlah kata yang termaktub dalam kamus kebanggaan kita tersebut. Di dalam kamus pun, mungkin masih banyak terdapat kosakata yang belum dikenal masyarakat. Tentu saja, tidak ada seorang pun mengenal seluruh kosakata suatu bahasa. Hal-hal yang terus dilakukan adalah memperkenalkan kosakata dalam KBBI kepada masyarakat luas dengan cara pemadanan atau penciptaan istilah baru.

Kita tentu saja mengenal coffee shop, tetapi apakah kita mengenal ‘kedai kopi’? Baik kedai dan kopi merupakan kosakata bahasa Indonesia yang lazim dikenal orang. Kopi merupakan kata yang diserap dari bahasa Belanda ‘koffie’ (yang akar katanya berasal dari bahasa Arab ‘qahwah’ yang lalu diserap ke dalam bahasa Turki ‘kahveh’). Selain bahasa asing, bahasa Indonesia juga menyerap dari bahasa daerah, misalnya andrawina (bahasa Jawa) yang bermakna ‘perjamuan resmi’ untuk padanan kata bahasa asing banquet. Yang paling terbaru adalah risak (bahasa Minang) yang bermakna “mengusik, mengganggu” untuk padanan kata bully. Tentu saja, kita tidak ingin dirisak oleh orang lain, bukan?

Barangkali sebuah bahasa memang terus tumbuh seakan-akan ia merupakan sesuatu yang hidup. Perubahan-perubahan akan tetap berjalan dalam kurun waktu tertentu. Dalam jangka waktu cukup lama, perubahan bahasa akan makin terlihat. Bahasa Indonesia yang canggih, seperti makna dalam KBBI adalah bahasa Indonesia yang modern juga rumit. Semoga kita tidak kehilangan semangat untuk terus mempelajarinya.

Ditulis oleh: Dwi Oktarina, S.S. (Pengkaji Bahasa dan Sastra Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung).

Tulisan ini terbit di Harian Babel Pos tanggal 15 Agustus 2019.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *