Samakah Majas dengan Gaya Bahasa?

Samakah Majas dengan Gaya Bahasa?

oleh Shintya

Untuk membuat karangan lebih hidup dan ekspresif, terutama dalam karya sastra, seorang penulis seringkali menggunakan majas. Selama ini banyak orang beranggapan bahwa majas bersinonim dengan gaya bahasa. Namun, sebenarnya majas merupakan salah satu bagian dari gaya bahasa. Menurut Harimurti Kridalaksana (Kamus Linguistik, 2008: 70), gaya bahasa (style) memiliki tiga pengertian,yakni:

1. pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis;

2. pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu;

3. keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa ialah keseluruhan gaya pengarang dalam mengungkapkan idenya ke dalam sebuah tulisan. Gaya itu mencakupi pilihan kata, struktur kalimat, penggunaan majas, tipografi karya, bahkan ilustrasi yang digunakan oleh pengarang tersebut. Bagaimana kemampuan seorang pengarang meramu aspek-aspek tersebut menjadi sebuah tulisan yang apik dapat menunjukkan ciri khas pengarang itu. Tentumasing-masing pengarang memiliki gaya bahasa yang khas dan berbeda dengan pengarang yang lain.

Salah satu contoh pengarang yang memiliki gaya bahasa yang khas ialah Dewi Lestari (Dee). Kekhasan tersebut ditunjukkan melalui pemakaian majas, kosakata yang bervariasi, dan ilustrasi sesuai dengan suasana yang ingin dibangun. Misalnya, gaya bahasa yang digunakannya untuk mengekspresikan kesedihan tokoh cerita dalam Rectoverso seperti pada kutipan berikut.

“Aku teringat detik-detik yang kugenggam. Hangat senyumnya, napasnya, tubuhnya, dan hujan ini mengguyur semua hangat itu, menghanyutkannya bersama air sungai, bermuara entah ke mana. Hujan mendobrak paksa genggamanku dan merampas milikku yang paling berharga, muncul tak terduga di tengah kemarau persis pencuri pada tengah malam. Hujan bahkan membasuh air mata yang belum ada. Membuatku seolah-olah menangis. Aku tidak ingin menangis. Aku hanya ingin ia pulang. Cepat pulang. Jangan pergi lagi.” (Dee, 2009:107)

Kutipan tersebut memperlihatkan kepaduan antara majas (pada kalimat yang tercetak miring); repetisi kata aku, hujan, pulang; dan pemilihan kata yang bernas sehingga membuat pembaca dapat merasakan kesedihan yang dialami oleh tokoh cerita. Perpaduan yang tepat tersebut memperkuat gaya bahasa.Dengan demikian, majas merupakan salah satu penunjang gaya bahasa.

Lembar Informasi Kebahasaan dan Kesastraan Edisi 2, Maret—April 2013

( mol/Tim Laman Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *